Dia Dengar



Kha,



Semuanya sangatlah normal, cuaca, jalanan, suasana, dan keadaan kami.
Panggil aku Fee, ia selalu ingin menyebutnya demikian entah mengapa. 

"Masih ingin diam?"
"Masih"
Ia menolehkan kepalanya kebelakang
"Sudah satu menit Fee, masih ingin tambah berapa?"
"Selamanya"

Kau bisa memanggilnya dengan satu panggilan, 'kha' cukup panggil laki - laki separuh baya yang sedang memboncengku dan kehilangan akal untuk membuatku berbicara lagi.
Kau tahu ini sebuah aturan konyol dalam hubungan kami, dimana kami hanya bisa tidak bicara satu sama lain dengan jangkauan satu menit. Gila, tapi tetap saja terjadi.

"Satu menit tambahan untuk diam" masih dengan muka konyolnya dengan usaha untuk membuatku tertawa lewat kaca spion.
Dan bahkan iapun tahu, saat aku bilang selamanya untuk diam itu tidak akan terjadi. Apalagi menahan diri untuk diam didepannya, tidak akan pernah terjadi selamanya.

"Kha, itu kiri jalan bunga!" aku berteriak dengan penuh semangat, tidak ingin ia membelikannya hanya berkata untuk ia melihatnya juga
"Gakmau lihat"
Sekali lagi aku tegaskan untuk ia melihatnya, aku tolehkan helm yang ia pakai ke kiri jalan. Ya, bahaya memang. Aku tahu, tapi kami melaju dengan normal dan jalanan juga normal. Walaupun begitu, aku juga tidak membenarkan perbuatanku.
"Fee gila kamu ya"
"........"


Tidak, jangan salah. Ia tidak kembali marah, ia kemudian tertawa lepas karena pada saat itu aku langsung diam kembali, bukan, bukan karena diam untuk marah tapi karena takut ia yang jadi marah.

Kau mengenalnya dengan 'Kha'
Lelaki paruh baya yang memiliki satu hidung, dua mata, dan sudah jelas dua telinga. Tidak lebih, tidak kurang. Tuhan menciptakannya dengan sempurna,
Kau tahu mengapa dua telinga dituliskan pada akhir penjabaran.
Ya benar, karena Tuhan menciptakan dua telinganya dengan fungsi yang benar - benar sempurna untuk mendengar, terlebih untuk mendengarkan perempuan yang sedang duduk dibelakang motornya.
Aku selalu kesal jika aku mengatakan hal serius dan sedang membutuhkan pendapatnya tetapi ia tidak membalasnya,
Maksudku, dia hanya tersenyum kecil dan mengatakan "Aku percaya kok"

Tidak semengesalkan itu saat sudah terbiasa, jika dia tidak setuju dia akan memberikan pilihan lain. Setelah mengenalnya sejuah ini, aku yang selalu kesal saat ia diam dan tersenyum saja-pun mengerti apa makna diam yang ia maksud.
Dari sekian banyak manusia yang ku temui, aku masih sangat senang bercerita dan di dengarnya, masih sangat menginginkan senyuman itu mengembang, masing ingin berdebat jika ia memberikan dan mengatakan pilihan lain.
Karena ia mendengarkan dengan tulus, bahkan untuk semua coretan di kertas tentang mimpi - mimpi yang belum tentu terwujud.






Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flores, and the First Love Vibes

Archiving 2023

Make it 21